Beraneka masakan Jepang di berbagai restoran populer di kota-kota besar Indonesia pada umumnya tidak lazim menggunakan babi sebagai sumber proteinnya. Kata “no pork, no lard” seolah menjadi justifikasi bahwasanya sebuah restoran sudah dianggap halal. Inilah hal yang menjadikan kita seringkali abai dalam mencari tahu berbagai titik kritis kehalalan dari masakan Jepang.
Sushi serta sashimi yang dalam satu dekade belakangan ini menjadi sangat populer di Indonesia ternyata memiliki berbagai isu besar dalam soal kehalalannya. Tampilannya yang cantik dengan warna warni protein yang umumnya berasal dari seafood memang menggugah hati dan selera siapapun. Pilihan bersantap sushi untuk makan siang dan malam seolah menjadi hal yang sangat umum dalam keseharian warga kota besar di negeri ini.
Padahal bahwasanya titik kritis kehalalan sushi terbilang sangat banyak. Berikut adalah beberapa penjabaran elemen-elemennya dengan alasan mengapa sushi yang kita kenal bisa menjadi tidak halal.
Mirin
Contohnya yang pertama adalah penggunaan rice vinegar atau yang biasa kita kenal dengan mirin sebagai campuran dalam nasinya. Tidak hanya mirin, terkadang cuka yang dicampur dengan sake juga turut dilarutkan bersama nasinya. Itulah mengapa pada umumnya nasi untuk sushi sudah memiliki rasa dan menjadikannya enak.
Mirin merupakan fermentasi dari beras yang dahulunya dibiarkan berproses lebih lama sehingga menjadikannya minuman beralkohol dengan kadar cukup tinggi. Kini sebagai bahan masakan, kadar alkohol tersebut dibuat menjadi lebih rendah hingga mencapai sekitar satu persen.
Patut diketahui juga bahwa mirin ini layaknya seperti ang jiu atau angciu (arak masak) dalam masakan Cina dan merupakan bahan terpenting dalam banyak masakan kedua negara ini.
Soy sauce
Titik kritis berikutnya adalah penggunaan soy sauce. Proses pengawetan alami (naturally brewed) seperti yang tercantum pada label beberapa produk soy sauce memiliki arti bahwa kandungan gula yang bercampur dengan bahan-bahan lainnya seperti kacang kedelai, gandum, dan garam telah berfermentasi dan menghasilkan alkohol. Telah diperhitungkan bahwa kandungan alkoholnya bisa mencapai antara satu hingga lebih dari dua persen.
Beruntung ada beberapa produk soy sauce yang menyebutkan kandungan alkoholnya meskipun tulisannya berukuran kecil, namun lebih banyak lagi yang tidak. Di sinilah kita harus waspada ketika memilih produk sejenis ini.
Wasabi dengan bahan horseradish
Berikutnya adalah wasabi yang terkenal dengan rasa pedasnya yang menyengat sesaat dan lazim digunakan sebagai pendamping sushi maupun sashimi. Patut diketahui terlebih dahulu bahwa wasabi asli adalah komoditas yang memiliki nilai tinggi, terbatas, dan besar permintaannya.
Umbi-umbian dengan warna khas hijau ini biasanya hanya diparut segar pada saat makanan akan disajikan dan tidak lama kemudian efeknya akan berangsur-angsur hilang. Inilah sebabnya tidaklah mungkin wasabi yang tersedia di setiap meja makan restoran Jepang generik merupakan wasabi asli.
Horseradish yang kurang lebih memiliki beberapa kemiripan karakter dengan wasabi asli menjadi alternatif utamanya. Dengan sedikit manipulasi, horseradish bisa mencapai rasa yang sangat mendekati. Sayangnya banyak dari kita yang luput untuk mengetahui bahwa untuk mencapai rasa yang mendekati ini ternyata horseradish harus dicampur dengan mustard yang biasanya sudah diracik dengan bir. Hal inilah yang harus kita selidiki dengan pasti bahwasanya apakah para produsen horseradish wasabi menggunakan beer mustard sebagai bagian darinya atau tidak.
Gari (acar jahe)
Menarik melihat di berbagai meja makan restoran sushi akan selalu terdapat gari yang berwarna pink atau putih. Ya, jahe yang sudah diiris tipis ini berfungsi sebagai palate cleanser atau penyegar di sela-sela berbagai makanan yang hadir di hadapan tamu restoran.
Namun banyak yang tidak mengetahui bahwa dalam pembuatan gari terdapat penggunaan mirin di dalamnya. Maka dengan demikian, selingan yang terlihat tidak terlalu signifikan oleh banyak orang Indonesia ini justru memiliki titik kritis yang cukup berpengaruh pada kehalalan sebuah restoran sushi.
Nori, saus teriyaki, mayonnaise dan lain-lain
Maki adalah satu jenis turunan sushi yang dalam bentuk akhirnya dikelilingi dengan sejenis kertas yang terbuat dari rumput laut. Meskipun proses pembuatan nori tidak mengikutsertakan bahan-bahan tidak halal, namun pada aplikasinya nori biasanya dipanggang terlebih dahulu dan diberikan perisa. Inilah mengapa nori memiliki rasa gurih dan salah satu penyebabnya adalah tiada lain, tiada bukan yaitu mirin.
Begitu pula dengan saus teriyaki yang biasanya diaplikasikan pada sushi roll atau sushi yang bersifat fusion (tidak otentik). Pembuatan saus ini juga lazim menggunakan mirin. Sedangkan untuk imbuhan mayonnaise atau mayones, kita harus pula mengetahui jenis lecithin yang biasanya dipakai sebagai unsur emulsifier (atau stabilizer) di dalamnya apakah murni berasal dari nabati atau bukan. Karena bila terbuat dari unsur hewani, maka tentu harus jelas kehalalannya.
Apakah fakta-fakta ini terasa menohok? Tentu. Terlebih banyak dari penikmat makanan masa kini sudah memiliki ikatan batin dengan makanan yang satu ini. Namun jangan khawatir, kini mulai bermunculan berbagai restoran sushi yang sudah bersertifikasi halal. Tentunya ini bisa menjadi alternatif bersantap makanan kegemaran sekaligus mendapatkan ketenangan hati saat menikmatinya.
Maka dari itu secara umum, tentunya kita tidak boleh abai dengan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang masuk ke tubuh kita melalui makanan maupun minuman. Dalam sushi sekalipun ternyata kita kini mengetahui begitu banyaknya elemen yang cukup kritis bila ditinjau dari segi kehalalannya.