Mari masuk ke dalam mesin waktu bersama para food blogger ternama Indonesia dalam serial #Yestereats, dimana mereka mengenang makanan favorit masa kecilnya. Mulai dari makanan kantin sekolah, kue jajan pasar, sampai santapan tradisional, inilah menu-menu yang menimbulkan kecintaan mereka pada dunia kuliner.
—–
Saya banyak mengenal panganan kaki lima dari kedua orang tua saya. Pertama kali mencicipi bakso Cuanki tiada lain karena melihat ibu dan kakak-kakak saya masing-masing memesan seporsi bakso kuah dan tahu. Tidak mau kalah, saya ikut memesan juga. Ternyata saya malah ketagihan.
Cuanki, yang sepertinya terdengar seperti serapan dari Bahasa Cina, ternyata adalah singkatan dari “Cari Uang Jalan Kaki”. Begitulah memang para pedagangnya yang berkeliling tanpa lelah mencari pelanggan. Baksonya sendiri berukuran lebih besar, terasa lebih daging daripada bakso masa kini yang sudah dicampur ini dan itu. Kuah kaldunya sudah berasa kaya tanpa tambahan banyak penyedap rasa. Biasanya saya memesan satu mangkok berisi sepuluh bakso, tanpa tahu!
Pada umumnya, pedagang bakso Cuanki berkeliling di kompleks-kompleks perumahan kota Bandung dengan memikul panci penuh berisi kuah kaldu, bakso, tahu, dan siomay. Tatkala ia membunyikan kentungan kayu kecil atau mangkuknya, biasanya saya langsung berhamburan keluar rumah untuk memanggilnya.
Sepertinya di siang hari Bandung yang terik sekalipun, bakso Cuanki tetap terasa nikmat!
Let’s travel back in time with top Indonesian food bloggers for our series #Yestereats, a nostalgic ode to favorite childhood eats. From school lunches to sticky sweet cakes and traditional dishes, find out the meals that started their love affair with food.
—–
My parents introduced me to a lot of street food. The first time I tried Cuanki Beef Balls was when I saw my mum and sisters ordering a bowl each, and I, wanting to be included in the action, ordered a bowl for myself. I was hooked.
Cuanki sounds like a word of Chinese origin, but it’s actually short for ‘Cari Uang Jalan Kaki’ (walk and earn some money), which is what the vendors do, tirelessly circling the neighborhoods for consumers. The beef balls are bigger, meatier than the modern-day beef balls (which have so many additives). The soup is already rich without MSG.
I usually order a bowl of 10 beef balls, leave the tofu out, please!
Usually the Cuanki man circles the neighborhoods of Bandung carrying a pot of soup, beef balls and tofu on his shoulder. Whenever he knocks his wooden stick (note: I don’t know what the English word for it, but it looks like this), I rush out to buy a bowl.
Even the hot Bandung sun doesn’t take away from the deliciousness that is Cuanki!
>>><<<
About the Author
Enam tahun kini telah berselang sejak Rian Farisa memulai The Gastronomy Aficionado. Blognya berisi kunjungan restoran, makanan kaki lima, hingga berbagi resep, dan cerita pertemuan-pertemuannya dengan para tokoh F&B dari berbagai pelosok dunia. Selain itu ia juga menjadi kontributor untuk The Foodie Magazine, Femina, Time Out Jakarta, Morning Calm, Tiger Tales, serta Jakarta Post.
www.gastronomy-aficionado.com
Instagram/Twitter: @gastroficionado
—–
It’s been five years since Rian Farisa started The Gastronomy Aficionado, a collection of restaurant and street food reviews, recipes, stories on food and beverage stars from different corners of the world.
He’s also a contributor for The Foodie Magazine, Femina, Time Out Jakarta, Morning Calm,Tiger Tales, and The Jakarta Post.
www.gastronomy-aficionado.com
Instagram/Twitter: @gastroficionado
>>><<<
This article is featured in Ubud Food Festival website