
Kecintaannya pada memasak membuat Adam Liaw memutuskan untuk mengikuti audisi MasterChef Australia hampir dua tahun yang lalu. Siapa yang menyangka keputusannya meninggalkan profesi tetapnya sebagai lawyer justru akan membawanya menuju kesuksesan cepat di usia muda setelah menjuarainya?
Waktu bergulir dan berbagai kegiatan telah dilaluinya setelah menjuarai kompetisi tersebut. Selain telah meluncurkan buku memasaknya yang sukses berjudul Two Asian Kitchens, Adam Liaw juga kini tengah mempersiapkan diri untuk membuka sebuah restoran di Jepang.
Portico beberapa waktu yang lalu mengundang Adam Liaw untuk sebuah event selama dua hari dimana ia memasak hidangan-hidangan khasnya untuk 400 pengunjung. Hanya dalam waktu kurang dari seminggu dan tanpa promosi selain lewat Twitter, event ini langsung fully booked dalam sekejap.
Sebelumnya HOJ mendapatkan kesempatan untuk mewawancarainya dalam sebuah press conference yang intimate dan mendengar langsung kiat-kiatnya untuk menjadi seorang ahli masak yang seru dalam kesehariannya serta kisah saat berkompetisi pada MasterChef Australia.
Apa sih konsep dari buku Anda?
Konsepnya sangat personal. ‘Two Asian Kitchens’ terdiri dari dua bagian yaitu New dan Old. Di bagian Old Kitchen, ceritanya mengenai masakan-masakan khas keluarga saya sejak kecil dan juga masakan-masakan favorit saya saat perjalanan saya ke China, Jepang, serta Korea, Vietnam dan Thailand.
New Kitchen bercerita bagaimana pengalaman kuliner saya selama ini berpengaruh langsung ketika saya berada di perantauan. Contohnya ketika saya berada di Jepang, saya yang tumbuh dari pengaruh masakan Malaysia, Peranakan, Chinese, dan juga Australia harus menyesuaikan apa yang saya masak dengan kondisi di Jepang yang memiliki situasi dan bumbu yang berbeda-beda.
Bagaimana tanggapan masyarakat ketika buku Anda terbit?
Banyak respon bagus dari berbagai kalangan termasuk para penulis berpengaruh di Australia. Rencananya dalam waktu dekat ini buku saya akan diterjemahkan ke bahasa Belanda dan akan diterbitkan di Eropa serta Afrika Selatan.
Proses penyusunannya sangatlah menyenangkan. Semua orang yang mencintai makanan akan berharap bisa menulis suatu buku kelak dan saya mendapatkan kesempatan itu. Penyusunannya sangat sulit tapi saya sangat menikmatinya.
Apakah Anda membaca buku-buku masakan lainnya?
Ya dan sangat banyak. Salah satu yang sering saya baca waktu kecil dulu adalah ‘Complete Asian Cookbook’ oleh Charmaine Solomon yang sangat klasik. Tapi favorit saya adalah ‘Cooking Bold and Fearless’ dari sebuah penerbit di California yang saya temukan di toko loak di Jepang seharga satu dollar saja! Diterbitkan pada tahun 1950an saat dimana Amerika mungkin hanya mengenai hot dog dan hamburger tapi justru di buku ini banyak dikenalkan masakan seperti char siu, kari India, sushi, dan teriyaki!
Bagaimana hubungan Anda dengan peserta MasterChef lainnya sekarang?
Callum (Hann) dan saya baru saja bermain sepak bola kemarin. Kami kalah 7-1 (tertawa) dan dia yang menciptakan gol semata wayang itu. Saya tetap berhubungan dengan semuanya sejak MasterChef selesai syuting tapi juga saya menjadi sangat sibuk. Terhitung sejak selesai satu setengah tahun yang lalu, saya sering mengadakan perjalanan kemana-mana seperti baru-baru saja saya kembali dari food and wine Show di Johannesburg, pembukaan restoran di Sydney dan lain-lain.
Apakah pencapaian terbesar Anda selama ini?
Buku saya. Itu adalah mimpi saya sejak kecil. Selanjutnya adalah pembukaan restoran baru saya tahun depan (2012).
Banyak yang bilang MasterChef Australia tidak sedramatis versi Amerika, mengapa?
Karena pada dasarnya kita semua bersahabat di acara itu. Orang Amerika mungkin senang melihat Joe (Bastianich) atau Gordon (Ramsay) meneriaki para peserta atau para kontestan saling berseteru satu sama lain. Tapi di Australia itu berbeda karena kita selalu bersama setiap saat dan saling bersahabat. Tentunya kami tetap kompetitif tapi tidak negatif. Kita berusaha yang terbaik untuk bersaing, bukan untuk menjatuhkan sesama.
Bagaimana kiat menjadi juara di MasterChef?
Belajarlah sebanyak mungkin, apalagi karena saya bukanlah juru masak yang terbaik di awal kompetisi dan begitu juga untuk Callum. Proses syuting acaranya berlangsung hampir setahun, kurang lebih 11 bulan dan banyak waktu yang digunakan untuk memasak. Keuntungan terbesarnya adalah setiap hari saya menjumpai chef-chef hebat dan berbagai bahan makanan serta bumbu baru, teknik baru, dan pengalaman baru sehingga itulah yang menjadi kekuatan saya.
-Featured in HANG OUT JAKARTA January 2012 edition-